Minggu, 28 Desember 2008

Dana Abadi Kemang--Updated Desember

Rekan-rekan, ini data terakhir rekan-rekan yang telah memenuhi komitmen bersama di Kafe Kemang. Tolong dicek siapa tahu saya salah entry. Maafin deh kalau ada yang seperti itu. Sesuai info yang masuk, Agus, Syamsuri dan Ali Fahmi kini masuk kelompok yang sudah melunasi komitmennya. Samsudin bahkan telah melebihi komitmen minimal yang ditentukan. Kita ucapkan terima kasih yang buaaannnyyaak dan salut atas komitmen yang telah ditunaikan. Bagi yang belum, Humas kita mengingatkan bahwa kita telah berjanji akan melunasi paling lambat bulan Desember 2008 lho... Tolong para koordinator wilayah mengingatkan para rekan yang lain untuk selalu ingat komitmen tersebut.

Dan jangan lupa.....yaaa..... setelah transfer tolong segera membari konfirmasi kepada Bambang (yang transfer via BSM), atau Aep/Heru (yang transfer via BCA). Ini penting supaya bisa segera dicek ke Bank yang bersangkutan. Siapa tahu ternyata dananya jalan-jalan dulu ke tempat lain...atau bahkan nyasar ke kamar orang lain. Berabe kan...?


No Nama Jumlah
1 Samsudin Rp 650.000,00
2 Aep Gumiwa Rp 500.000,00
3 Agus Rochdianto Rp 500.000,00
4 Ali Fahmi Rp 500.000,00
5 Heru Susanto Rp 500.000,00
6 Syamsuri Rp 500.000,00
7 Totong Rp 500.000,00
8 Wawa Wahyudi Rp 500.000,00
9 Zalfiardi Rp 500.000,00
10 Bambang Gunadi Rp 275.000,00
11 Amrun Kasim Rp 200.000,00
12 Asep Thardiaman Rp 200.000,00
13 Endang Suhendar Rp 200.000,00
14 Engkus Kusman Rp 200.000,00
15 Karyani Rp 200.000,00
16 Ivon Iskandar Rp 150.000,00
17 Iwan Jaya Rp 150.000,00
18 Suyatna Rp 150.000,00
19 Arifudin Rp 100.000,00
20 Budi Santosa Rp 100.000,00
21 Heni Minarti Rp 100.000,00
22 Joni Habib Rp 100.000,00
23 Opik Rp 100.000,00
24 Suwarno Rp 100.000,00
JUMLAH Rp 6.975.000,00

Selasa, 16 Desember 2008

Ikan Nila, dari Masa ke Masa

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan air tawar yang sangat populer dibudidayakan di Indonesia. Ikan nila ini juga merupakan salah satu jenis yang paling sering diteliti dan direkayasa genetiknya. Oleh karena itu, wajar saja bila saat ini mayarakat (pembenih dan pembudidaya ikan) mengenal banyak "jenis" ikan nila dengan beragam keunggulan yang ditawarkan.

Bila ditelusuri asal-usulnya, ikan nila merupakan ikan asli dari perairan sungai Nil di Mesir. Dari Mesir ikan yang mudah berkembang biak dan memiliki sifat yang toleran terhadap perubahan lingkungan ini berkembang ke negara lain di benua Afrika. Dari benua Afrika, lantas menyebar ke berbagai negara di belahan benua lainnya.

Ikan nila pertama kali dimasukkan ke Indonesia dari Lukang Research Station Taiwan, oleh Lembaga Penelitian Perikanan Darat (LPPD) Bogor pada tahun 1969 untuk diteliti. Setelah beberapa tahun diteliti dan dikembangbiakkan, ikan ini akhirnya disebarluaskan ke masyarakat untuk memperkaya jenis ikan budidaya di tanah air.

Masyarakat ternyata menyambut antusias kehadiran ikan nila yang memiliki warna kehitaman ini. Maklum saja, jenis ikan ini memang mudah berkembang biak, memiliki pertumbuhan cepat, sangat toleran terhadap perubahan lingkungan, relatif tahan terhadap serangan penyakit serta bisa menyantap berbagai jenis pakan yang ada dan diberikan di wadah budidaya.


Nila merah

Selain nila warna hitam, sekitar awal tahun 1980-an masyrakat juga mulai mengenal ikan nila warna merah. Ikan nila merah yang didatangkan dari Filipina ini merupakan tetra hibrid yakni hasil persilangan dari empat spesies berbeda dari genus Oreochromis yaitu: O. mossambicus (mujair), O. niloticus (nila), O. hornorum dan O. aureus (aurea). Pada akhir tahun 1980-an juga muncul nila merah yang didatangkan dari Thailand yang dikenal dengan nama Nila Chitralada.

Ikan nila merah yang beredar di masyarakat selain keturunan dari kedua jenis nila merah tersebut di atas, boleh jadi merupakan hasil persilangan dari keduanya atau persilangan dengan nila hitam yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari makin beragamnya jenis nila merah. Ada yang warnanya merah, putih (albino), kombinasi merah dan albino, kombinasi merah dan hitam atau kombinasi dari warna-warna tersebut.



Nila GIFT dan GET



Pada pertengahan tahun 1990-an, Indonesia juga mendatangkan nila dari Filipina yang dikenal dengan nama nila GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapia) hasil dari pengembangan International Center for Living Aquatic Resources Management (ICLARM) di Filipina. Berikutnya, pada awal tahun 2000-an, Indonesia juga kembali mendatangkan ikan nila dari Filipina. Ikan nila hasil rekayasa genetika ini dikenal dengan nama nila GET (Geneticaly Enhanched of Tilapia).

Jenis ikan nila GIFT dan GET yang didatangkan dari luar Filipina tersebut merupakan jenis ikan unggul karena dapat tumbuh bongsor sekitar 500 gram dalam waktu relatif singkat ( 4 – 5 bulan). Melihat kelebihannya ini, masyarakat lalu beramai-ramai memelihara kedua jenis ikan nila unggul ini. Maklum saja, selain untuk pasar dalam negeri, ternyata pasar luar negeri juga terbuka lebar untuk daging nila.


Nila Jica dan GESIT

Ikan nila unggul lainnya yang dikenal oleh masyarakat adalah ikan nila Jica yang diperkenalkan oleh Balai Budi Daya Air Tawar (BBAT) Jambi. Nila jica merupakan hasil rekayasa genetika yang dilakukan sejak tahun 2002. Proyek ini sepenuhnya dibantu oleh JICA (Japan for International Cooperation Agency) sebuah lembaga donor Pemerintah Jepang, karena itu pula jenis nila ini dinamakan nila Jica. Jenis nila ini didapat dari hasil pengembangan lembaga riset Kagoshima Fisheries Research Station di Jepang. Kemudian, oleh BBAT Jambi, ikan ini dikembangkan lagi, hingga akhirnya muncul varietas nila Jica di tahun 2004. Nila Jica dikenal oleh masyarakat dengan sebutan nila JK (dibaca: Jeka).

Selain nila Jica, juga muncul ikan nila unggul lainnya yang dikenal dengan nama ikan nila GESIT (Genetically Supermale Indonesian Tilapia). Ikan nila gesit dihasilkan melalui serangkaian riset panjang yang diinisiasi oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Ikan nila GESIT adalah ikan nila jantan dengan kromosom sex YY. Yang dibuat dengan metode rekayasa kromosom sex ikan nila jantan normal (kromosom XY) dan betina (kromosom XX). Pemuliaan memerlukan waktu sekitar 6 tahun di Kolam Percobaan IPB Darmaga (2001–2004) dan di BBPBAT (2002–2006). Nila Gesit yang keturunannya berkelamin jantan ini, dikenal juga oleh para pembenih dan pembudidaya ikan dengan nama nila YY (dibaca: way-way)


Nila Nirwana

Selain nila Gesit, pada akhir tahun 2006 juga mencull ikan nila unggul lainnya yang dikenal dengan nama nila Nirwana. Nama Nirwana sendiri merupakan kependekan dari Nila Ras Wanayasa. ikan nila Nirwana muncul dari hasil kerjasama antara Pemerintah Daerah Jawa Barat dan BPPT.

Pemuliaan ikan nila Nirwana berlangsung selama 3 tahun (2003–2006) di Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Wanayasa, Purwakarta. Ikan nila Nirwana merupakan hasil seleksi famili dengan bahan dasar ikan nila GIFT (Genetic Improvement Farm Tilapia) generasi ke enam dan nila GET (Genetically Enchanced Tilapia) dari Filipina.

Dibandingkan generasi sebelumnya, pada generasi ke tiga (F3) pertumbuhan bobot ikan nila Nirwana mengalami peningkatan sekitar 45 persen. Oleh karena itu, untuk mendapatkan varietas ikan nila Nirwana yang semakin baik pertumbuhannya maka, seleksi lebih lanjut perlu terus dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian di BPBI Wanayasa, ikan Nila Nirwana layak dijadikan induk penjenis untuk menghasilkan benih nila yang bermutu. (Agus Rochdianto)

Minggu, 09 November 2008

Syamsuri, SE, PNS yang Jadi Seniman Musik

>

Syamsuri terlahir di Pulau Kijang Kab.Indragiri Hilir Riau pada tanggal 19 Agustus 1963. Di kota ini, anak dari H. Bachman Kardi ini menyelesaikan pendidikannya di SD – SMP. Tamat dari SMPN I Pulau Kijang, Syamsuri yang pernah menyabet predikat sebagi pelajar teladan Propinsi RIAU pada tahun 1979 dan mendapat beasiswa dari AJB Bumi Putra ini meneruskan pendidikannya di SUPM Bogor.

Syamsuri yang mengaku sebagai anak yatim piatu (karena ditinggalkan sang bapak tahun 1975 dan ditinggalkan sang ibu Hj.Jumaiyah tahun 1977 ) ini, selama menempuh pendidikan di SUPM menjadi penghuni abadi asrama. Maklum saja, selama tiga tahun tak pernah pulang kampung. Oleh karena itulah lelaki mungil yang mengaku leluhurnya berasal dari Kota Barabai, Kalimantan Selatan ini kerap dijadikan "Satpam" guru di SUPM yang mudik ke kampung halamannya saat liburan atau hari raya. "Saya pernah jadi 'satpam' di rumah Pak Hartono, Bu Armaeni dan Bu Gati," katanya suatu ketika.

Selama menjadi siswa SUPM, suami dari Elly Kartikawati ini dikenal sebagai pemain gitar yang mumpuni. "Sejak SMP saya sudah main gitar dan ikut band," akunya. Oleh karena itu, wajar saja bila ayah tiga orang anak ini pada kurun waktu 1980 – 1983 menjadi anggota utama vocal group SUPM Bogor dan beberapa kali mengikuti lomba dan selalu menyabet juara. "Saat perpisahan 1983 saya sempat menciptakan sekaligus menyanyikan lagu Untukmu Almammater," katanya mengenang

Tamat SUPM dari Bogor, ayah dari Felyta Samely Putri, Fadhlan Maulana dan Fajar Ilham Maulana ini ditugaskan di Jambi bersama Iwan Jaya, Joni Habib dan Syaiful sebagai PPL NAEP (honorer). Dan baru pada tahun 1986 diangkat sebagai PNS di Bimas Propinsi Jambi. Sambil bekerja, Syamsuri yang saat di SUPM rambutnya sudah bewarna putih ini kuliah di Universitas Terbuka (UT) jurusan Ekonomi Studi Pembangunan dan lulus tahun 1993.

Selama meniti kareier sebagai PPL, Syamsuri pernah beberapa kali menerima piagam penghargaan sebagai PPL Teladan, baik dari Gubernur Jambi (1984) maupun Walikota Jambi. Selain itu, PPL yang kini banting stir menjadi pegawai struktural sebagai Kasi Produksi di Subdin Perikanan Dinas Pertanian Kota Jambi ini juga sudah menerima Satya Lencana Kesetiaan 15 tahun dari presiden SBY.

Di sela-sela aktivitasnya sebagai PNS, Syamsuri masih meneruskan hobinya di bidang seni suara dan bermusik di Jambi. Di antaranya pernah bergabung dengan Family Vocal Group dan Band Gomes Group sebagai pemukul drum. Pernah juga ikutan lomba cipta lagu prambors (1986) membuat dua lagu Kerinduan dan Hasrat yang masuk nominasi mewakili propinsi Jambi. "Saya juga sudah hampir satu dasawarsa ini ikut dalam pengembangan seni budaya Jambi, baik sebagai pencipta lagu daerah maupun sebagai penata musik tari," katanya sambil menambahkan, sampai saat ini dirinya masih aktif bermain musik di Bengkel Musik Taman Budaya Jambi, Sanggar Mindulahin, dan Tim Kesenian Pemerintah Kota Jambi.

Sabtu, 08 November 2008

Dr. Ir. H. Mustafa Abubakar, MS : "Jiwa Saya tetap Jiwa Perikanan"


Dr. Ir.H. Mustafa Abubakar, MS merupakan salah satu alumnus SPDMA (Sekolah Perikanan Darat Menengah Atas) Bogor yang kini menjadi tokoh nasional. Meski sudah menjadi tokoh nasional dengan berbagai jabatan, Mustafa Abubakar yang lulus dari SPDMA tahun 1970 ini tidak bisa melupakan almamaternya. Pasalnya, saat sekolah di SPDMA-inilah lelaki kelahiran Pidie, Aceh 15 Oktober 1949 ini kali pertama mengenal dunia perikanan. Berkat sekolah di perikanan ini jugalah, Mustafa mengaku bisa dan pernah menjabat berbagai jabatan strategis dan prestisius. "Meski saya sudah pernah memangku berbagai jabatan di luar bidang perikanan, jiwa saya tetap jiwa perikanan," katanya berterus-terang.

Pengakuan blak-blakan itu disampaikan oleh Mustafa saat menghadiri acara Dies Natalis Setengah Abad SPB dan Reuni Alumni yang dilaksanakan di Cikaret, Bogor, Sabtu (25/10). Menurut suami dari Darliza Mustafa ini, selain kali pertama mengenal dunia perikanan, saat bersekolah di SPDMA dirinya juga mengaku digembleng tentang disiplin, organisasi, kepemimpinan, manajemen, berpidato dan yang lainnya. Saat tinggal di asrama, dirinya juga belajar tentang sosial, yakni pentingnya sikap kebersamaan yang dilandasi rasa kekeluargaan dan keakraban. "Banyak hal yang saya dapatkan saat saya sekolah di SPDMA," ujarnya.

Biografi
Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber terpercaya, Mustafa Abubakar saat sekolah di SPDMA memang tergolong pintar dan cerdas. Oleh karena itu, tak heran bila di antara 13 orang lulusan SPDMA tahun 1970, lelaki yang kini dipercaya sebagai Pembina IA-SPB ini meraih peringkat pertama.

Tamat dari SPDMA, Mustafa melanjutkan pendidikannya di IPB (Institut Peranian Bogor). Saat menjadi mahasiswa IPB ini, ayah dari dari Reza Mustafa, Dewi Suryani dan Irfan Adiputra ini pada tahun 1975 meraih penghargaan sebagai mahasiswa teladan tingkat nasional. Selain itu pada tahun 1975 – 1976, Mustafa juga dipercaya menjabat sebagai Ketua Dewan Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Akhirnya, mahasiwa berotak encer ini meraih gelar S1-nya dari IPB pada tahun 1977. Sedangkan gelar S2-nya juga diraih di IPB pada tahun 2002 dan gelar S-3 juga diraih di IPB pada tahun 2004.

Setelah meraih gelar S1-nya dari IPB, mantan Ketua IA-SPB ini merintis karier sebagai Konsultan Bank Dunia pada Bank Rakyat Indonesia (1979 – 1985) dan kemudian menjadi Konsultan Bank Dunia pada Bank Indonesia (1986 – 1989). Berkat jabatan bergengsinya ini, Mustafa akhirnya terpilih menjadi Ketua Ikatan Konsultan Indonesia (INKINDO) selama dua periode (1993-1996 dan 1996-2000). Selain itu, pada tahun 1996 – 1999 Pembina IA-SPB ini juga menjabat sebagai Ketua Kompartemen Kadin Jasa Konsultansi Indonesia.

Dalam bidang sosial, Mustafa termasuk figur yang ramah, bisa bersosialiasi dengan siapapun, dan cepat mengambil keputusan apapun. Ini terbukti selama 10 tahun (2 Periode) memimpin paguyuban masyarakat Aceh Se-Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi).

Memasuki masa reformasi, Mustafa Abubakar dipercaya menjabat sebagai Irjen Departemen Kelautan dan Perikanan sepanjang tahun 1999 – 2006. Berikutnya, mantan Ketua Masyarakat Perikanan Indonesia ini pada Desember 2005 dipercaya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Plt Gubernur Nanggro Aceh Darussalam (NAD) sampai Februari 2007. Salah satu keberhasilan bersejarah Mustafa saat menjadi Plt. Gubernur NAD ini adalah terselenggaranya Pilkada Gubernur Provinsi NAD yang pertama di Indonesia dengan calon Independent 2007
Sukses menjabat sebagai Plt. Gubernur NAD, Mustafa kembali dipercaya pemerintah untuk menjadi Direktur Utama Perusahaan Umum (PERUM) Badan Urusan Logistik (BULOG) Republik Indonesia sejak 21 Maret 2007 hingga saat ini. (Agus Rochdianto, Alumnus SUPM 1983)

Sabtu, 01 November 2008

Agus Rochdianto, SE, S.PKP Si Pelawak yang Jadi Wartawan



Agus Rochdianto lahir di Bumi Kartini, kota Jepara, 22 Februari 1964. Sekolah SD – SMP ditempuh di kota kelahirannya. Setelah itu remaja bertubuh kecil ini lantas sekolah di SUPM Bogor dan lulus tahun 1983. Ketika hidup di asrama Cikaret selama tiga tahun, Agus bersama Arifuddin Ali, Aep Gumiwa dan Suyatna dikenal Pak (Bang) Walson sebagai Trouble Maker (pembuat masalah). Di antaranya menjadikan kamar mandi sebagai "dapur rahasia" untuk memasak jagung atau singkong hasil "operasi malam" di kebun sekitar asrama.
Sejak duduk di kelas I SUPM, Agus bersama gengnya juga belajar "ilmu kanuragan" dari Kang Ucup (Yusuf) di Cikaret atas. Hasilnya, Agus yang sejak kelas satu menjadi pelawak bersama Suyatno, Bambang Gunadi dan Selam pada acara-acara di kampus ini akhirnya dikenal sebagai pawang ular. Hampir setiap minggu dia bersama gengnya berburu ular keluar asrama. "Meski dikenal sebagai pawang ular, namun kalau ditunjukin ulat dia pasti akan lari terbirit-birit," kata Aep saat reuni 2008 belum lama ini.
Pria humoris yang saat menjadi siswa SUPM dikenal sebagai pelawak ini, setamat dari SUPM Bogor akhirnya menjadi PPL Perikanan di Kabupaten Tabanan, Bali. Sebagai PPL, pada tahun 1986 suami dari Siti Murni ini meraih penghargaan dari Menteri Pertanian sebagai PPL Perikanan Teladan II Tingkat Nasional. Berikutnya, penghargaan PPL Teladan Tingkat Provinsi Bali diterima pada tahun 1993 dan 2000 dari Gubernur Bali. Dari Pejabat Fungsional akhirnya ditarik menjadi Pejabat Struktural sebagai Kepala UPTD Balai Benih Ikan (BBI) Penebel, kemudian menjadi Kepala Seksi Sarana dan Prasarana, dan kini menjadi Kepala Seksi Pengkajian Teknologi pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tabanan.
Selain sebagai PNS, dalam kesehariannya suami dari Siti Murni, S.PdI ini juga nyambi sebagai penulis. Awalnya menjadi penulis artikel perikanan di berbagai media massa dan kemudian juga mencoba menjadi penulis buku perikanan. Di antaranya adalah Budidaya Ikan di Jaring Kantong Terapung, Budidaya Ikan di Saluran Irigasi serta beberapa buku lagi. Berangkat dari menulis artikel di media massa, bapak dari Dimas Prasetyo Gusti dan Wahyu Pangestu Gusti ini, sejak tahun 1992 akhirnya menjadi wartawan sebuah koran mingguan di Bali.
Ditanya tentang pendidikan, pemilik email agusrochdianto@yahoo.com dan agusrochdianto@gmail.com ini mengaku sudah S2 karena sudah meraih gelar S1 dua kali. Sarjana Ekonomi (SE) diraihnya di Universitas Tabanan pada tahun 2005, sedangkan Sarjana Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (S.PKP) diraihnya dari Universitas Terbuka tahun 2007. Sebelumnya, pemilik blog www.agusrochdianto.multiply.com , www.agusrochdianto.blogspot.com dan www.agusrochdianto.wordpres.com ini pernah kuliah diploma 3 gratis di Diklat APP Malang cluster perikanan di Sidoarjo. Kepala Badan Diklatluh Deptan tahun 1992 memberinya pigam penghargaan sebagai lulusan terbaik I di APP Malang cluster perikanan.

Heru Susanto, S.Sos, Enjoy jadi Penulis dan Financial Consultant


Heru Susanto dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada 4 April 1965. Pendidikan SD – SMP diselesaikannya di Klaten. Dari Klaten, remaja yang suka dipanggil dengan nama Heru Sableng ini melanjutkan pendidikannya di Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Bogor dan lulus pada tahun 1983. Saat tinggal di asrama Cikaret, suami dari Fajaria Pakpahan ini lebih senang menyendiri dan membaca Al kitab di kamar. Namun ketika menjelang lulus, Heru mulai memperlihatkan kesablengannya. Di antaranya dengan merancang kompor minyak sistem grafitasi untuk memasak jagung dan singkong hasil "operasi malam" siswa SUPM angkatan 1983 dari kebun di sekitar asrama.

Lulus dari SUPM, Heru "Sableng" Susanto sempat bekerja di BBI Ciganjur, Jakarta bersama teman seangkatannya Engkus Kusman, Budi santoso dan (alm) Wiwit Lestari. Setelah itu mereka berpisah, dan Heru merintis karier sebagai PPL Perikanan (yang belasan tahun tahun tidak pernah naik pangkat dan golongan). Di sela-sela tugasnya sebagai PPL, bapak dari Maria Kristina Susantoputri dan Nataniel Kristian Susantoputra ini mulai menekuni karier sebagai penulis. Awalnya menulis artikel tentang pembenihan lele yang diikutkan dalam lomba penulisan artikel di majalah Trubus. Artikelnya ternyata meraih juara III. Dari sini, bapak yang sekarang hobi membotaki kepalanya ini mulai aktif menulis artikel perikanan, utamanya ikan hias di majalah Trubus.

Dari menulis artikel, pemilik blog di www.herusableng.multiply.com ini lantas melangkah menjadi penulis buku perikanan. Buku Membuat Kolam Ikan merupakan buku pertamanya yang kemudian disusul dengan puluhan buka perikanan lainnya. Kini buku perikanannya sudah lebih dari 20 judul yang diterbitkan oleh PT. Penebar Swadaya dan Kanisius. Selain buku-buku perikanan, lelaki yang kini menjadi Majelis (presbiter) di Geraja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Samaria di Tangerang ini juga menulis buku-buku rohani (kristiani) seperti "Don't Worry Be Happy". Juga buku-buku marketing seperti Ketakutan Hilang Penjualan Terbilang, Menjual Dengan Hati dan Menjual Asuransi Itu Gampang. Dari hasil menulisnya ini, akhirnya terwujud sebuah rumah di Cipondoh dan sebuah Grand Max yang dijadikannya sebagai mobil promosi (buku-bukunya) keliling.

Ketika awal menjadi penulis perikanan, bapak berkepala botak yang tinggal di Cipondoh ini juga bercita-cita menjadi seorang sutradara. Demi cita-citanya ini, Heru sempat kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) jurusan Sinematografi, Program Studi Penyutradaraan. Namun kuliah di IKJ ini hanya dilakoni selama sekitar dua tahun dan akhirnya putus di tengah jalan. Putus dari IKJ beberapa tahun kemudian, lantas mencoba kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Manajemen Perekonomian Negara, Program Studi Administrasi Bisnis dan berhasil lulus dengan gelar Sarjana Sosial (S.Sos).

Berdalih ingin mengamalkan ilmunya di Perguruan Tinggi , lelaki yang pernah menjadi konsultan budidaya ikan di Karawang dan menekuni bisnis pelatihan budidaya ikan ini, lantas mencoba merintis karier sampingan sebagai agen asuransi atau yang keren dengan julukan Financial Consultant. Oleh karena itu, jangan kaget bila para alumnus dan angkatan 1983 tiba-tiba ditelpon Heru diajak ngobrol ngalor-ngidul yang ujung-ujungnya lantas ditawari produk asuransi. "Dari 20 orang yang saya telpon setiap hari, setelah diprospek, satu orang di antaranya harus bisa closing," kata pemilik E-mail: hsableng@yahoo.com ini menunjukkan kiatnya sebagai Financial Consultan.

Ir. Ivon Iskandar Mahi, SE, MM, M.Si Dosen UNISA yang Menjadi Caleg Gerindra



Ivon Iskandar lahir di Palu, Sulawesi Tengah tanggal 12 Desember 1963. Penggemar berat olah raga sepakbola ini menyelesaikan SD dan SMP di kota kelahirannya Palu. Dari Palu, Ivon menyeberangi lautan menuju Bogor untuk melanjutkan sekolah di SUPM Jurusan Budidaya Perikanan.

Selama menjadi siswa SUPM, Ivon Iskandar lebih suka bermain sepakbola dibanding belajar. Oleh karena itu, bisa dimaklumi bila rankingnya kurang begitu menggembirakan. Bahkan pada beberapa semester rankingnya jatuh di angka belasan dan puluhan. Namun soal sepakbola, penggemar berat Persipal (Persatuan Sepak Bola Palu) ini memiliki prestasi yang bisa diacungi jempol karena selalu masuk tim utama kesebelasan SUPM Bogor.


Tamat dari SUPM Bogor, lelaki berkulit gelap ini dikembalikan oleh Negara ke daerah kelahirannya untuk menjadi PPL Perikanan. Berkat kecintaanya pada perikanan, kariernya sebagai PNS pada tahun 1989 ditinggalkan karena saat itu profesi PPL Perikanan ditiadakan dan digabung menjadi satu di Bimas dengan nama PPL Pertanian. "Jiwa saya jiwa perikanan. Kalau dipaksa harus menyuluhkan bidang pertanian yang tidak saya kuasai, lebih baik saya mengundurkan diri," begitu dirinya menegaskan saat itu.


Cabut dari PNS, Ivon memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya. Berbeda halnya saat di bangku SUPM, ketika telah keluar dari kampus Cikaret suami dari Ir. Yuti Indrawati (adik kelasnya sendiri yang alumnus SUPM tahun 1986) ini malah getol belajar. Bahkan menjadi kutu buku. Berbeda jauh bila dibandingkan saat dirinya duduk di bangku SUPM. “Setelah keluar dari “penjara” di asrama Cikaret, otaknya Ivon akhirnya cair dan jadi encer,” seloroh Agus Polet saat reuni lalu.


Berkat keenceran otaknya, Kang Ivon mampu meraih dua gelar S1 yakni SE dan Ir dalam waktu yang hamper bersamaan. Tidak itu saja, dua gelar S2 masing-masing MM dan M.Si juga diraihnya dari dua universitas berbeda. “Gelarnya kepanjangan, kasihkan teman lainnya saja yang belum punya gelar,” kata Opik, teman seangkatannya saat ngobrol di kamar asrama beberapa waktu lalu. Tapi Kang Ivon tampaknya sedang kecanduan gelar akademik. Masih merasa belum puas dengan empat gelar kesarjanaannya, ayah dari Aisha H.Salsabilla dan Alya Maghfirah ini kembali kuliah S3 di IPB untuk mendapatkan gelar Doktornya. “Doakan saja mudah-mudahan sebentar lagi kuliah saya di IPB bisa selesai,” katanya berharap.

Bermodalkan empat gelar S1 dan S2, calon doktor ini kini merintis karier menjadi dosen di Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat (UNISA) Palu. Kabar terakhir, lelaki berkulit gelap ini juga akan meniti karier di bidang politik. Bersama Partai Gerindra pilihannya, tahun 2008 ivon terdaftar sebagai calon legislatif untuk DPRD Kota Palu. "Saya maju menjadi caleg dengan nomor urut 4 untuk DPRD Kota Palu dari Partai Gerindra," katanya sambil mengharapakan doa restu dan dukungan alumni dan masyarakat Kota Palu. "Pilih Ivon Iskandar dari Partai Gerindra untuk menjadi anggota DPRD Kota Palu tahun 2009," teriak Yuti Indrawati, isterinya mendukung sang Suami.



Drs. H. Aep Gumiwa, MM Dari Pawang Ular menjadi Guru


Aep Gumiwa dilahirkan di Kota Dodol, Garut, Jawa Barat, 24 Januari 1965. Setelah sekolah SD hingga SMP di kota kelahirannya, Aep akhirnya hijrah ke Bogor untuk menempuh sekolah di SUPM Bogor. Saat menjadi siswa SUPM, Aep yang populer dipanggil dengan nama Aep Asgar (Asli Garut ?) ini sejak kelas satu aktif di organisasi sekolah OVA. Otaknya juga cukup encer sehingga selalu masuk ranking tiga besar.

Meski aktif di OVA dan tergolong "kutu buku", suami dari Lusy F.Y, S.Pd ini saat di bangku sekolah SUPM ternyata dikelompokkan oleh Pak (Bang) Walson sebagai "Trouble maker". Selain itu, ayah dari Syifa Sekar Larasati dan Bilqis Sekar Ayu Maharani ini saat menjadi siswa SUPM juga masuk sebagai anggota geng "Pawang Ular". Maklum saja, kakak kandungnya yang saat itu duduk di kelas 3 SUPM Bogor juga dikenal sebagai pawang ular dan hobi belajar ilmu kanuragan.

Setamat dari SUPM tahun 1983, pemilik email: gumiwaaep@yahoo.com ini sempat "frustasi" karena rankingnya melorot. Bila semula selalu masuk tiga besar, saat ujian akhir rankingnya melorot menjadi ranking VII sehingga tidak bisa masuk lewat jalur khusus ke IPB. Gagal sekolah di IPB, Aep sempat luntang-lantung mengadu nasib di Bandung.

Man Proposes God Disposes, manusia merencanakan Tuhan yang menentukan. Seiring perjalanan waktu, lelaki bergelar Haji ini akhirnya menemukan jalannya. Setelah kuliah dan meraih gelar Drs, alumnus SUPM 1983 yang tinggal di Cipondoh, Tangerang ini akhirnya menjadi guru di STMIK PGRI Tangerang. Di sela-sela kariernya sebagai guru swasta, dia melanjutkan kuliah sehingga meraih gelar MM. Kini mantan Ketua Alumnus Angkatan 1983 ini menjadi Puket III di STMIK Tangerang. Selain itu juga menjadi dosen di sejumlah perguruan tinggi swasta di Tangerang.

Ir. Bambang Gunadi, M.Sc Peneliti Muda yang Calon Doktor




Bambang Gunadi terlahir di Magetan, Jawa Timur tanggal 8 Mei 1965. Sekolah SD – SMP diselesaikannya di Magetan. T ahun 1980 hijrah ke Bogor masuk menjadi siswa SUPM Bogor. Selama menjadi siswa di SUPM Bogor, Bambang dikenal pendiam dan lebih suka menghabiskan waktunya di kamar membaca buku. Oleh karena itu, wajar saja bila nilai raportnya selalu bagus. Selain dikenal pintar, perjalanan Bambang selama di asrama Cikaret juga selalu lurus-lurus saja. "Dia termasuk anak baik dan tekun dalam beragama selama di SUPM," ujar Agus Rochdianto, saat reuni lalu.

Tamat di SUPM Bogor tahun 1983, pria berkulit gelap ini menduduki ranking I sehingga bisa mulus masuk IPB lewat jalur khusus. Setamat dari IPB, Bambang sempat mengabdi bekerja di almamater dan dapat berkah menyunting Dra. Ely Muflihah yang tak lain adalah anak Pak Badrudin yang saat itu tinggal di sebelah selatan masjid SUPM. Ely bersama kakaknya Nanan, merupakan cewek remaja penghuni komplek SUPM yang pada awal tahun 1980-an banyak ditaksir siswa SUPM. "Untuk menyunting Ely saya tidak perlu harus menuliskan namanya di sketer, buku maupun ranjang asrama," aku Bambang bangga sambil menyindir salah seoarng kakak kelas di SUPM Bogor yang saat itu sempat tergila-gila pada Nanan, kakak Ely


Seusai mengabdi di almamter, bapak lima orang anak ini akhirnya diterima menjadi PNS di Balitkanwar Sukamandi. Saat bekerja di Balitkanwar ini, pemilik email: bgunadi@dkp.go.id dan bgunadi@telkom.net ini akhirnya berkesempatan melanjutkan kuliahnya secara gratis di Thailand dan meraih gelar M.Sc. Saat ini, Peneliti Muda di Loka Riset Pemulkiaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi ini tengah menempuh S3-nya di IPB. "Sekarang baru calon doktor, mudah-mudahan sebentar lagi bisa meraih gelar doktor," katanay berharap.


Dari hasil perkawinannya dengan Dra. Ely Muflihah, lelaki calon doktor ini dikaruniai lima orang momongan masing-masing: Hanifah Gunadi, Afifah Gunadi, Faishal Gunadi, Nauroh Gunadi dan Hasna Gunadi. Saat reuni 24 – 26 Oktober lalu, lelaki berjenggot yang rambutnya sudah memutih ini didaulat sebagai Ketua Alumnus Angkatan 1983 menggantikan Aep Gumiwa.

Senin, 27 Oktober 2008

Yang Penting Hepi, Bro



Salam Ova,
Setelah 25 tahun berpisah, Reuni 24 - 26 Okt lalu memang membuat kesan khusus bagi alumnus 1983.


Maklum saja, reuni kali ini yang datang lumayan banyak, sehingga saat ngumpul selalu terjadi tawa dan canda. "Yang penting hepi, Bro," kata Suyatna yang saat di sekolah lalu dikenal sebagai salah seorang siswa trouble maker, namun sekarang sudah bergelar "wak kaji"
Tawa dan canda memang menjadi santapan utama saat reuni lalu. tak peduli rambut sudah memutih dan gigi mulai rontok.

Dan Terkaparlah Kami


Salam Ova,
Tidur ramai-ramai di lantai. Merupakan salah satu even yang selalu terulang pada setiap kali reuni di Cikaret. Seperti yang terjadi saat Reuni 24 - 26 Oktober lalu. Meski lantai asrama terlihat makin kotor dan kolong ranjang yang (juga) semakin kotor serta tata letak yang makin acak-acakan, namun para alumnus akhirnya dapat pula tertidur di atas kasur keriput yang ditata berjejer. "Wah seperti ikan pindang kita," kata Iwan Jaya. Di sudut yang lain, Samsudin tidurnya kurang nyenyak karena diserbu kakinya nyamuk. Tapi si Joni Habib tetap terlihat pulas. Dengkurnya juga makin keras grokkkk grokkk grokkk Kami pun akhirnya tertidur meski nyamuk-nyamuk nakal menyerbu dan suara dengkuran makin keras dan bersahut-sahutan.

Sabtu, 11 Oktober 2008

Wajah lama alumnus 1983

Inilah wajah-wajah para alumnus SUPM Bogor Tahun 1983 (Beberapa wajah tidak bisa dimunculkan karena saat sekolah tidak pernah terfoto)
Mohon maaf bila tata letaknya berantakan karena memang sedang belajar (maklum sudah tua dan gatek)