Melihat Surat Kenal Lahirnya, nama lelaki Alumni SUPM Bogor tahun 1983 ini cukup singkat, hanya satu kata Suyatna. Saat masih sekolah di SUPM Bogor oleh teman-temannya dengan nama Nano, Yatno atau Suyatno. Itu dulu. Saat ini oleh teman-temannya di Face Book, Suyatna lebih populer dipanggil dengan nama Nano Suyatno alias mBah Giwang. “Nama lengkap saya sebenarnya Raden Haryo Tamtomo (RHT) Suyatna Adiguna,” kata lelaki kelahiran Yogyakarta 2 Maret 1962 ini suatu ketika.
Sejak lahir hingga duduk di bangku SMP, Suyatna kecil tinggal di kampung halamannya di
sekitar Keraton Yogyakarta. Lulus dari SMP, Yatno lantas merantau ke Bogor
melanjutkan sekolah di Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri di Kampus
Cikaret.
Selama tiga tahun hidup di Asrama Cikaret, bapak tiga orang
anak ini paling hoby bikin pusi. Khususnya puisi-puisi tentang cinta. Untuk
memperdalam ilmunya tentang puisi, dalam kegiatan ekstra kurikuler dirinya
mengambil kegiatan Sastra. Dari hasil ekstra kurikuler ini, bakat Suyatno
menulis puisi semakin terasah.
Berikut ini salah satu puisi tentang cinta yang pernah
ditulisnya
Ku Rasa Pada
Mu ( buat dinda L )
dik
kenapa tak boleh rindu
saat
tandang dipintu rumah
senyum
pun terasa pahit
ahhh dik
disitu
aku pernah rindu
sebenarnya
sekarang pun masih
terhanyut
di kesiur angin dik
dik jika
esuk dan esukNYA lagi
kita
harus saling membunuh rasa
pasti
kita bahagia menyajikan luka
diantara
kisah kisah lelana
dik
disitu masih kan ada
catatan
kusam dibingkai bunga
dik wangi
itu pasti rasa kita
dik jika
harus dipersimpangan
nikmati
saja bening sungai dikaki waktu
melangkah
tak harus beriring
menapak
tak harus sejajar
dik
teruslah ketiktik pastiNYA
seperti
setia menunggu waktu
mengemas
bosan disaku rindu
dik
itu
aku
Selain hoby menulis dan membaca puisi, saat sekolah di SUPM Bogor, Suyatna juga masuk geng penekun ilmu Kanuragan
dengan berguru pada Aa Yusuf di Ciapus. Boleh jadi karena merasa punya ilmu
kanuragan dan anti bisa ular dari gurunya itu, Suyatna bersama geng teman
seangkatannya Aep Gumiwa, Arifuddin Ali dan Agus Rochdianto dicap oleh gurunya
Walson Sinaga sebagai “Trouble Maker”. Pembuat masalah sehingga perlu mendapat
pengawasan khusus. “Ah...itu masa lalu, semua ilmu kanuragan itu sudah saya
tinggalkan sejak lama,” katanya berterus-terang.
Lulus dari SUPM Bogor tahun 1983, Suyatno ditempatkan sebagai
PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) Perikanan di Masohi, Maluku Tengah. Setelah
bekerja sebagai PPL selama enam tahun, pada tahun 1989 dirinya mendapat bea
siswa sekolah dinas Diklat APP Malang di Sidoarjo pada 1989.
Saat sekolah di Sidoarjo ini, Suyatna yang hoby minum air
kata-kata sejak tinggal bersam,a nelayan di Maluku ini menjalin kasih dengan
Siti Latifah yang bekerja di sebuah perusahaan di Sedati, Sidoarjo. Beberapa
bulan pacaran, Siti Latifah yang asli dari Desa Campur Darat Kabupaten
Tulungagung lantas dinikahi secara resmi di depan penghulu tahun 1992. Dari
rahim Siti Latifah ini, Suyatna dikaruniai tiga orang anak masing-masing Astry
Diha Cahya Fajarini, S.Pd, Muhammad Taufiq Grha Prassaty dan Azzahara Fitria
Khoirunnisa.
“Saya sekarang sudah jadi kakek dari anak sulung. Sedangkan
anak kedua masih kuliah di UGM Yogya dan anak bungsu masih sekolah sekaligus
mondok di Ponpes Tebu Ireng, Jombang,” terangnya
Menurut Suyatna, setelah lulus dari APP Malang di Sidoarjo
dirinya kembali lagi ke Maluku untuk bekerja sebagai PPL Perikanan yang
kemudian mengajukan pindah bekerja ke Tulungagung. Saat bertugas sebagai
Penyuluh di Tulungagung inilah Suyatna yang sudah dikaruniai seorang cucu ini
meneruskan sekolahnya di STTP Malang hingga lulus dan menyandang gelar S.ST,P (Sarjana
Sain Terapan Pertanian)
Di sela-sela
pekerjaannya sebagai penyuluh perikanan, Suyatna yang sudah bergelar haji dan mengaku
sudah meninggalkan hobynya minum air kata-kata ini tetap setia menulis puisi. Banyak
puisi yang sudah ditulisnya. Baik itu puisi tentang Cinta, Protes Sosial, Nasionalisme
maupun Rohani.
“Berapa jumlah pasti puisi
yang pernah saya tulis saya lupa. Jumlahnya sudah ribuan karena saya menulis
sejak di bangku sekolah,” pungkas penggemar rokok Ji Sam Su ini sambil
menyodorkan salah satu pusinya.
Bunga Asa Cinta Dinda ( dinda L )
salam pagi penuh cinta kasih Nya
tuan dancukan puan guatelan pun
berebut cinta
penuh basa sangat basi pastiNya
kita hanya bisa diam kan dinda
bangkai keraguan sudah lama terkubur
ditanah kerguan dilahan keserakahan
dibukit kenistaan
disungai
lembah kalimat cintaNya
mesti tuan dancukan puan guatelan
terus saja mengkavling
hak dan kewajiban atas nama kesejahteraan
sambil menyembunyikan kebenaranNya
dinda ibu kita masih sama pertiwi
namaNya
susu paha puki dada sudah setengah
bernyawa
digadaikan tuan dancukan puan
guatelan
atas nama pembangunan berkelanjutan
dengan pondasi dasar kue ongolongol
kita tak lelah kan dinda memperkosa
hasrat
hingga darah tetap mengalir dalam
aorta
membariskan birahi dalam cinta
kasihNya
membiarkan anakanak mencairkan
mimpimimpiNya
melelehkan hati nurani dalam wadah
kesucian
bathin hati dan memenjarakan fikir
dikehampaan kesadaranNya
dinda kita masih samakan
merasakan rindu
merasakan cinta
merasakan rasaNya
tanpa harus membuang materi duniawi
pada tuan dancukan dan puan guatelan
toh kita tetap kaya
cinta kasihNya
dinda
biarkan terus begini dalam
rengkuh tangan kasihNya
1 komentar:
Sableng dikit....hahaha..
Posting Komentar