Kamis, 18 April 2019

Suyatna, Penyuluh Perikanan yang Juga Sastrawan



Melihat Surat Kenal Lahirnya, nama lelaki Alumni SUPM Bogor tahun 1983 ini cukup singkat, hanya satu kata Suyatna.  Saat masih sekolah di SUPM Bogor oleh teman-temannya dengan nama Nano, Yatno atau Suyatno.  Itu dulu. Saat ini oleh teman-temannya di Face Book, Suyatna  lebih populer dipanggil dengan nama Nano Suyatno alias mBah Giwang. “Nama lengkap saya sebenarnya Raden Haryo Tamtomo (RHT) Suyatna Adiguna,” kata lelaki kelahiran Yogyakarta 2 Maret 1962 ini suatu ketika.

Sejak lahir hingga duduk di bangku SMP,  Suyatna kecil tinggal di kampung halamannya di sekitar Keraton Yogyakarta. Lulus dari SMP, Yatno lantas merantau ke Bogor melanjutkan sekolah di Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri di Kampus Cikaret.

Selama tiga tahun hidup di Asrama Cikaret, bapak tiga orang anak ini paling hoby bikin pusi. Khususnya puisi-puisi tentang cinta. Untuk memperdalam ilmunya tentang puisi, dalam kegiatan ekstra kurikuler dirinya mengambil kegiatan Sastra. Dari hasil ekstra kurikuler ini, bakat Suyatno menulis puisi semakin terasah. 

Berikut ini salah satu puisi tentang cinta yang pernah ditulisnya



 
Ku Rasa Pada Mu ( buat dinda L )

dik kenapa tak boleh rindu
saat tandang dipintu rumah
senyum pun terasa pahit
ahhh dik
disitu aku pernah rindu
sebenarnya sekarang pun masih
terhanyut di kesiur angin dik

dik jika esuk dan esukNYA lagi
kita harus saling membunuh rasa
pasti kita bahagia menyajikan luka
diantara kisah kisah lelana
dik disitu masih kan ada
catatan kusam dibingkai bunga
dik wangi itu pasti rasa kita

dik jika harus dipersimpangan
nikmati saja bening sungai dikaki waktu
melangkah tak harus beriring
menapak tak harus sejajar
dik teruslah ketiktik pastiNYA
seperti setia menunggu waktu
mengemas bosan disaku rindu
dik
itu
aku

Selain hoby menulis dan membaca puisi, saat sekolah di  SUPM Bogor,  Suyatna juga masuk geng penekun ilmu Kanuragan dengan berguru pada Aa Yusuf di Ciapus. Boleh jadi karena merasa punya ilmu kanuragan dan anti bisa ular dari gurunya itu, Suyatna bersama geng teman seangkatannya Aep Gumiwa, Arifuddin Ali dan Agus Rochdianto dicap oleh gurunya Walson Sinaga sebagai “Trouble Maker”. Pembuat masalah sehingga perlu mendapat pengawasan khusus. “Ah...itu masa lalu, semua ilmu kanuragan itu sudah saya tinggalkan sejak lama,” katanya berterus-terang.

Lulus dari SUPM Bogor tahun 1983, Suyatno ditempatkan sebagai PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) Perikanan di Masohi, Maluku Tengah. Setelah bekerja sebagai PPL selama enam tahun, pada tahun 1989 dirinya mendapat bea siswa sekolah dinas Diklat APP Malang di Sidoarjo pada 1989.

Saat sekolah di Sidoarjo ini, Suyatna yang hoby minum air kata-kata sejak tinggal bersam,a nelayan di Maluku ini menjalin kasih dengan Siti Latifah yang bekerja di sebuah perusahaan di Sedati, Sidoarjo. Beberapa bulan pacaran, Siti Latifah yang asli dari Desa Campur Darat Kabupaten Tulungagung lantas dinikahi secara resmi di depan penghulu tahun 1992. Dari rahim Siti Latifah ini, Suyatna dikaruniai tiga orang anak masing-masing Astry Diha Cahya Fajarini, S.Pd, Muhammad Taufiq Grha Prassaty dan Azzahara Fitria Khoirunnisa.

“Saya sekarang sudah jadi kakek dari anak sulung. Sedangkan anak kedua masih kuliah di UGM Yogya dan anak bungsu masih sekolah sekaligus mondok di Ponpes Tebu Ireng, Jombang,” terangnya

Menurut Suyatna, setelah lulus dari APP Malang di Sidoarjo dirinya kembali lagi ke Maluku untuk bekerja sebagai PPL Perikanan yang kemudian mengajukan pindah bekerja ke Tulungagung. Saat bertugas sebagai Penyuluh di Tulungagung inilah Suyatna yang sudah dikaruniai seorang cucu ini meneruskan sekolahnya di STTP Malang hingga lulus dan menyandang gelar S.ST,P (Sarjana Sain Terapan Pertanian)

Di sela-sela pekerjaannya sebagai penyuluh perikanan, Suyatna yang sudah bergelar haji dan mengaku sudah meninggalkan hobynya minum air kata-kata ini tetap setia menulis puisi. Banyak puisi yang sudah ditulisnya. Baik itu puisi tentang Cinta, Protes Sosial, Nasionalisme maupun Rohani.   

 “Berapa jumlah pasti puisi yang pernah saya tulis saya lupa. Jumlahnya sudah ribuan karena saya menulis sejak di bangku sekolah,” pungkas penggemar rokok Ji Sam Su ini sambil menyodorkan salah satu pusinya.

Bunga Asa Cinta Dinda ( dinda L )

salam pagi penuh cinta kasih Nya
tuan dancukan puan guatelan pun berebut cinta
penuh basa sangat basi pastiNya
kita hanya bisa diam kan dinda
bangkai keraguan sudah lama terkubur
ditanah kerguan dilahan keserakahan
dibukit kenistaan
disungai
lembah kalimat cintaNya
mesti tuan dancukan puan guatelan terus saja mengkavling
hak dan kewajiban atas nama kesejahteraan
sambil menyembunyikan kebenaranNya
dinda ibu kita masih sama pertiwi namaNya
susu paha puki dada sudah setengah bernyawa
digadaikan tuan dancukan puan guatelan
atas nama pembangunan berkelanjutan
dengan pondasi dasar kue ongolongol
kita tak lelah kan dinda memperkosa hasrat
hingga darah tetap mengalir dalam aorta
membariskan birahi dalam cinta kasihNya
membiarkan anakanak mencairkan mimpimimpiNya
melelehkan hati nurani dalam wadah kesucian
bathin hati dan memenjarakan fikir
dikehampaan kesadaranNya
dinda kita masih samakan
merasakan rindu
merasakan cinta
merasakan rasaNya
tanpa harus membuang materi duniawi
pada tuan dancukan dan puan guatelan
toh kita tetap kaya
cinta kasihNya
dinda
biarkan terus begini dalam
rengkuh tangan kasihNya



1 komentar:

Wikro Doank mengatakan...

Sableng dikit....hahaha..